ilst. Gedung Lembaga Penelitan & Pengabdian Masyarakat Universitas Sebelas Maret (UNS) Surakarta |
Mandat SK Rektor UNS No: 491/UN27/PP/2011
memaksa mahasiswa program Strata satu (S1) Universitas Sebelas Maret Surakarta
(UNS) untuk melaksanakan Kuliah Kerja Nyata (KKN). Konteks memaksa memang
ada benarnya dalam hal ini. Mereka dipaksa untuk membayar sejumlah uang sebagai
mahar syarat mengikuti KKN.
Usut punya usut, jumlah uang yang
disetorkan kepada pihak kampus tersebut nantinya akan dikembalikan beberapa
rupiah kepada masing-masing peserta KKN. Adapun jumlah uang yang dipotong
kampus tersebut akan digunakan untuk perihal atribut KKN, seperti seragam KKN,
P3K, topi, dan lain sebagainya. Kemudian sisa dari uang tersebut akan digunakan
sebagai bekal peserta KKN dalam melaksanakan program di daerah mereka
masing-masing. Memang ada baiknya hal tersebut, seolah pihak penyelenggara
sudah menghitung dan memperkirakan hal yang akan terjadi. Akan tetapi banyak muncul
pertanyaan seperti mengapa peserta KKN tidak diwajibkan saja hanya membayar
keperluan atribut KKN? Dan urusan bekal mereka di tempat KKN nanti menjadi
urusan peserta KKN masing-masing?
Dengan dalih sebagai salah satu
mata kuliah wajib yang harus ditempuh, akan tetapi justru timbal balik yang
diterima oleh si pihak yang menjalankan program ini dirasa kurang fair.
Kerja keras mereka selama 45 hari
melaksanakan program tahunan kampus hanya dihargai sebanyak 2 sks. Artinya,
nilai mereka maksimal hanya dibobot 8. Berbanding terbalik dengan beberapa mata
kuliah wajib lainnya yang mempunyai beban hingga 3 sks yang tidak harus jauh
dari rumah, tidak mengeluarkan biaya hingga berjuta-juta dan tidak memerlukan
persyaratan yang menyita tenaga dan pikiran.
Berbicara mengenai Kuliah Kerja Nyata
(KKN) itu sendiri, sejatinya sebelum Surat Keputusan Rektor tersebut itu
diterbitkan, program kampus tersebut bersifat intrakulikuler pilihan bagi
mahasiswa. Artinya, mahasiswa diberi keleluasaan untuk memilih apakah akan
menjalankan Kuliah Kerja Nyata (KKN) atau tidak.
Akan tetapi, hal tersebut menjadi
bumerang bagi pihak kampus sendiri. Lembaga Penelitian dan Pengabdian kepadaMasyarakat (LPPM) Universitas Sebelas Maret Surakarta (UNS) yang dalam hal ini
menjadi unit pelaksana pengatur jalannya KKN mengaku partisipasi mahasiswa
sangat sedikit karena bukan suatu keharusan. Oleh karena itu, rapat intern di
jajaran tinggi kampus memutuskan harus ada evaluasi terhadap (KKN) itu sendiri.
Sehingga, dengan embel-embel mengaplikasian ajaran Tri Dharma Perguruan Tinggi
dan dalam rangka memberi bekal kemampuan dalam pendekatan masyarakat dan membentuk
sikap serta perilaku untuk senantiasa peka terhadap persoalan yang dihadapi masyarakat,
program (KKN) menjadi sesuatu hal yang wajib untuk diikuti oleh mahasiswa S1
Universitas Sebelas Maret (UNS). Praktis, dua tahun yang lalu atau mahasiswa
angkatan 2011 menjadi angkatan pertama yang dibebankan oleh adanya program
kampus tersebut.
Faisal Rezairfani (22), mahasiswa
Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret (UNS) yang akan melaksanakan Kuliah
Kerja Nyata (KKN) pada periode Bulan Januari-Februari 2016 mendatang, merasakan
ada kejanggalan dalam program kampus
tersebut. Ditemui beberapa waktu lalu, mahasiswa yang akrab disapa Peni
tersebut menceritakan keluh kesahnya ketika mengurus persyaratan (KKN).
“Ada beberapa bagian yang harus
menjadi bahan evaluasi pihak LPPM selaku perwakilan dari kampus sebagai
penyelenggara KKN ini”, ucapnya. Kerumitan mengurus birokrasi di kampus sudah
menjadi obrolan umum diantara mahasiswa. LPPM adalah salah satunya. Banyak yang
mengeluhkan sulit untuk mencari kejelasan informasi KKN dari LPPPM.
Hal itu dimulai ketika ada isu
bahwa pendaftaran KKN untuk periode Bulan Januari-Februari 2016 telah dibuka lebih
awal dari jadwal yang setelah ditetapkan oleh LPPM. “Untuk kedepannya, LPPM
perlu meningkatkan koordinasi dengan pihak-pihak terkait terutama mahasiswa
perihal berbagai informasi mengenai KKN”, sambung Peni. Pendaftaran KKN
merupakan hal penting bagi beberapa mahasiswa yang hendak melakukan KKN,
terkhusus bagi mereka yang mengikuti KKN program regular.
Terbukanya pendaftaran KKN
program regular merupakan sesuatu yang penting bagi mahasiswa. Bak melakukan
pengisian Kartu Rencana Studi (KRS) Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret
(UNS), siapa cepat maka dia dapat. Iya, apabila mahasiswa tersebut terlambat
beberapa detik saja, tidak menutup kemungkinan jadwal mata kuliah dan dosen
pengampu yang menjadi idola mereka lepas dari genggaman.
Setali dengan tiga uang, hal
tersebut juga berlaku dalam pendaftaraan KKN program regular. KKN program
regular dibatasi jumlah kuota mahasiswanya untuk setiap daerahnya. Dengan
demikian, bagi mereka yang terlambat sebentar saja dalam mendaftarkan dirinya
untuk KKN, bisa jadi daerah incaran mereka untuk melakukan program pengabdian
kepada masyarakat tersebut hilang sudah. Dengan hilangnya daerah incaran
mereka, mau tidak mau mereka harus mencari daerah lain.
Kisruhnya informasi mengenai
pendaftaraan KKN program regular juga dialami oleh Afrizal Novanda (23),
mahasiswa UNS yang juga akan melaksanakan KKN pada periode Bulan
Januari-Februari 2016 mendatang. “Saya dan beberapa teman lainnya sempat merasa
bingung oleh sistem KKN yang ada”, ucap dia. Kepada kami, mahasiswa semester
tujuh tersebut mengaku perlu adanya perubahan sistem yang dilakukan oleh LPPM
selaku garda terdepan dalam program ini. Entah siapa yang memulainya, berhembus
kabar bahwa pendaftaraan KKN sudah dibuka lebih awal dari jadwal yang
semestinya. Afrizal bersama teman-teman lainnya yang mendengar kabar tersebut
langsung mengkroscek kebenaran berita tersebut dengan cara log in di website
LPPM bagian pendaftaran KKN.
Benar saja, entah terjadi error
atau memang sudah dibuka, Afrizal berhasil melakukan pendaftaran, begitu juga
dengan beberapa teman lainnya. Namun, entah apa yang terjadi pada LPPM itu
sendiri, mereka tidak mengakui mahasiswa yang sudah mendaftar KKN dan menyuruh
mereka yang sudah mendaftar untuk melakukan daftar ulang mulai dari awal sesuai
dengan jadwal pendaftaran yang telah ditetapkan.
“Saya dan teman-teman jelas
merasa rugi harus log-in dua kali. Namanya juga rebutan daerah, jadi harus cepet-cepetan.
Untung daerah yang saya pilih tidak mengalami perubahan,” lanjut Afrizal.
Berbicara mengenai pelaksanaan
KKN itu sendiri, pada tahun lalu sejatinya sudah ada beberapa catatan yang
dapat dijadikan menjadi bahan evaluasi oleh kita semua. Salah seorang
narasumber yang tidak mau disebutkan identitasnya, mengaku KKN tak ubahnya
pisau yang mempunyai dua sisi berlawanan. Di suatu sisi, KKN merupakan bekal
bagi mahasiswa dalam kehidupan bermasyarakat. Di sisi yang berlainan, KKN tak ubahnya
menjadi sarana rekreasi. “Ya saya dulu pas KKN kalau pagi nggak ada program, ya
kegiatannya cuma ngobrol sama anggota KKN lainnya”, ucap dia. Hal tersebut
dikarenakan program yang direncanakan selama 45 hari masa pengabdian sedikit longgar.
Sejatinya hal tersebut dapat
menjadi bahan evaluasi kita semua, terutama pihak penyelenggara KKN. Mereka
bisa memastikan apakah dalam waktu 45 hari tersebut para peserta KKN
benar-benar menjalankan program KKN-nya masing-masing, atau hanya sebatas
formalitas belaka. Jangan sampai selama 45 hari dan sudah mengeluarkan uang
jutaan rupiah dengan dalih pengabdian kepada masyrakat dengan nama KKN
merupakan kegiatan yang tidak produktif dan tidak ada hasilnya.
Sekali lagi, apabila dirunut ke belakang,
Kuliah Kerja Nyata (KKN) merupakan suatu program yang ampuh sebagai modal mahasiswa
di kehidupan masyarakat yang akan mendatang, apabila memang sesuai dengan
tujuan dari KKN itu sendiri. Akan tetapi, dalam pelaksanaannya yang telah
terjadi, perlu adanya evaluasi dari semua pihak, terutama pihak penyelenggara
KKN itu sendiri yang nantinya program KKN ini tidak hanya sebatas program
formalitas saja sebagai mata kuliah wajib dan syarat untuk lulus dari Perguruan
Tinggi. (WDJ)
0 comments:
Post a Comment