|
Solo – Sahutan penonton dan dialog antar tokoh membuka acara Ketoprak Gabungan yang digelar di Museum Radya Pustaka Sriwedari pada Minggu (1/11) malam. Pertunjukan ketoprak yang bertemakan “Ketoprak Srawung” merupakan bagian dari rangkaian acara besar seni yang bertajuk Sura BulanKebudayaan.
Dimainkan oleh seniman
ketoprak Solo dan mahasiswa Institut Kesenian Indonesia (ISI) Solo, ketoprak
kali ini bercerita tentang kisah asmara antara Sultan Amangkurat, Roro Hoyi dan
Pangeran Tedjaningrat.
“Museum Radya Pustaka
sendiri menyimpan banyak naskah bersejarah, Jadi, tujuan penyelenggaraan
ketoprak serawung ini untuk menceritakan kembali cerita-cerita lama.
pertunjukan ketoprak ini salah satu cara kita untuk menyebarluaskan kepada
masyarakat,” ungkap Sri Wiyono, salah satu panitia penyelenggara Sura Bulan Kebudayaan.
Tidak
Ada Batasan Usia
Sri Wiyono mengaku
tidak ada pembatasan kalangan dan usia penonton acara Ketoprak Gabungan.
Siapapun bisa menyaksikan Ketoprak Gabungan ini. Namun diakuinya para penonton
yang hadir masih didominasi oleh para orang-orang tua. Padahal acara yang
dibalut dengan guyonan khas Jawa ini juga bertujuan memberikan pemahaman terhadap
generasi muda mengenai budaya Jawa.
Walaupun begitu tak
lantas membuat pertunjukan menjadi lesu dan hampa. Melalui spontanitas dalam
berdialog, penonton diajak berkomentar dan berbicara dengan setiap tokoh yang
hadir di dalam Ketoprak Gabungan.
“Ketoprak yang berjenis
ketoprak srawung ini mencoba mengangkat cerita tentang hal-hal yang sedang
ramai di tengah-tengah masyarakat. Saat pertunjukan berlangsung, penonton bisa
langsung berkomentar, ikut berceletuk, ikut nimbrung
dan bahkan boleh naik ke panggung untuk ikut bermain,” tambah Sri Wiyono.
Sejak awal tahun 2015,
Ketoprak Srawung sudah digelar secara rutin setiap bulannya pada tanggal 15. Khusus
pada Sura Bulan Kebudayaan, kegiatan ketoprak serawung ditampilkan pada tanggal
satu. Tidak hanya ketoprak saja, Sura Bulan Kebudayaan juga memiliki beberapa
agenda.
“Ada lima acara
setiap bulannya. Pada tanggal 4 ada pembacaan geguritan, lalu tanggal 10 ada
bedah tari tradisi, tanggal 15 ketoprak
serawung, tanggal 24 untuk bedah pedalangan dan tanggal 28 untuk bedah Serat
Centhini,” pungkasnya. (Tiara Saum)
0 comments:
Post a Comment