Batik Lurik
merupakan suatu kain hasil tenunan benang yang berasal dari daerah
Jawa Tengah dengan motif dasar garis-garis atau kotak-kotak dengan
warna-warna suram yang pada umumnya diselingi aneka warna benang.
Namun, salah satu mahasiswi S2 ISI Surakarta ini menggunakan batik
lurik dari kulit nanas karya Indrias Senthir. Maharani Luthvinda Dewi
namanya. Mahasiswi yang sedang menjalankan ujian akhir ini,
membawakan sebuah tari kontemporer di Museum Radya Pustaka yang
bertepatan dengan bulan Suro, Jumat (30/10) malam.
Tari kontemporer
merupakan inovasi dari berbagai macam tarian yang mendapatkan
sentuhan modernisasi. Inovasi yang lazim dilakukan pada jenis tari
ini terdapat pada musik pengiring, gerakan, dan properti yang
digunakan oleh para penari. Ada pula yang berpendapat bahwa tari
kontemporer merupakan tarian yang dipadukan dari berbagai jenis
tarian terutama tarian tradisional dan tarian modern.
Kemunculan tari modern ini menjadi warna baru dunia
hiburan khususnya kesenian dalam berkreasi gerak berirama.
Tari yang ia bawakan berjudul “Angslup”. Angslup
yang artinya “kelelelep” memiliki makna bahwa auranya kalah
dengan pakaiannya. Dengan dibawakannya tari kontemporer ini mampu
menonjol auranya dari pada pakaiannya. Ia menggabungkan seni antara
tari, fotografi dan modeling. Antara satu dengan yang lain saling
berkesinambungan dan saling melengkapi, tidak hanya cantik dipakai
tetapi juga cantik saat dimainkan.
“Tidak
semua orang saat memakai pakaian itu cocok, sama halnya fotografi dan
modeling. Mereka belum tentu bisa menampilkan auranya”, ujar
Maharani. Dari
segi pakaian ia memilih batik lurik karena lurik semakin berkembang
sebagai contoh fashion dan sudah banyak dikenal oleh masyarakat. Ia
berharap batik lurik semakin diminati anak muda, tidak hanya sebagai
baju tapi juga harus paham tentang makna dan filosofinya. (Vivian Tiara)
0 comments:
Post a Comment