Benteng Vredeburg Saat Penjajahan Jepang dan Awal Kemerdekaan


Gerbang Benteng Vredeburg Yogyakarta

 Museum Benteng Vredeburg, salah satu tujuan wisata sejarah di Yogyakarta ternyata memiliki sejarah yang cukup panjang dan beberapa kali beralih fungsi. Namun satu hal yang menarik, meskipun Belanda dan Jepang sempat menguasai benteng ini dan menggunakannya untuk kepentingan yang berbeda-beda, status kepemilikan tanah benteng ini tetap dipegang oleh Kasultanan Ngayogyakarta Hadiningrat. SituSolo berbincang-bincang dengan Koordinator Bimbingan dan Edukasi Museum Benteng Vredeburg, Budi Sayata untuk menggali informasi mengenai fungsi Benteng Vredeburg pada masa penjajahan Jepang hingga awal kemerdekaan.

Benteng Vredeburg  Semasa Penjajahan Jepang

 Masa pendudukan Jepang di Yogyakarta berlangsuing sejak tanggal 6 Maret 1942. Mereka segera menempati gedung-gedung pemerintah yang semula ditempati pemerintah Belanda. Pendudukan tentara Jepang atas kota Yogyakarta berjalan sangat lancar tanpa ada perlawanan. Mereka menggunakan atraksi pawai di jalanan untuk menarik simpati masyarakat Yogyakarta.
 Tanggal 7 Maret 1942, pemerintah Jepang berlakukan UU Nomor 1 Tahun 1942 bahwa kedudukan pimpinan daerah tetap diakui, tetapi berada di bawah pengawasan Koochi Zium Kyoku Chokan (Gubernur Jepang) yang berkantor di Gedung Chokan Kantai (Gedung Agung). Pusat kekuatan tentara Jepang disamping ditempatkan di Kotabaru juga dipusatkan di Benteng Vredeburg. Tentara Jepang yang bermarkas di Benteng Vredeburg adalah Kempetai, yaitu tentara yang terkenal keras dan kejam. Di samping itu Benteng Vredeburg juga dikenal sebagai tempat penahanan bagi tawanan orang Belanda maupun Indo-Belanda yang ditangkap. Juga kaum politisi Indonesia yang berhasil ditangkap karena mengadakan gerakan menentang Benteng. Guna mencukupi kebutuhan senjata, tentara Jepang mendatangkan persenjataan dari Semarang. Sebelum dibagikan ke pos-pos yang memerlukan terlebih dulu disimpan di Benteng Vredeburg. Gudang mesiu terletak di setiap sudut benteng kecuali di sudut timur laut. Hal itu dengan pertimbangan, bahwa di kawasan tersebut keamanan lebih terjamin.  Penempatan gudang mesiu di setiap sudut benteng dimaksudkan untuk mempermudah di saat terjadi perang secara mendadak. Penguasaan Jepang atas Benteng Vredeburg berlangsung dari tahun 1942 sampai dengan tahun 1945, ketika Proklamasi telah berkumandang dan nasionalisasi bangunan-bangunan yang dikuasai Jepang mulai dilaksanakan. Selama itu meskipun secara de facto dikuasai oleh Jepang, tetapi secara yuridis formal status tanah tetap milik kasultanan.

Benteng Vredeburg di Awal Kemerdekaan

Proklamasi Kemerdekaan Republik Indonesia 17 Agustus 1945 telah berkumandang di Jl. Pegangsaan Timur 56 Jakarta. Berita tersebut sampai ke Yogyakarta melalui Kantor Berita Domei Cabang Yogyakarta (sekarang Perpustakaan Daerah Jl.Malioboro Yogyakarta). Kepala kantor berita Domei Cabang Yogyakarta waktu itu adalah orang Jepang. Sedangkan, kepala bagian radio adalah Warsono, dengan dibantu oleh tenaga-tenaga lainnya, yaitu Soeparto, Soetjipto, Abdullah, dan Umar Sanusi. Berita Proklamasi 17 Agustus 1945 yang diterima oleh Kantor Berita Domei cabang Yogyakarta menimbulkan berbagai aksi, diantaranya: pengibaran bendera merah putih, perampasan bangunan dan pelucutan senjata tentara Jepang. Setelah benteng Vredeburg dikuasai oleh pihak RI, selanjutnya diserahkan kepada instansi militer dan dipergunakan sebagai asrama serta markas pasukan dengan kode staf ‘Q’, dibawah komando Letnan Muda I Radio. Tugas pasukan ini mengurusi perbekalan militer. Pada masa Agresi Militer II, 19 Desember 1948, benteng Vredeburg menjadi sasaran bom Belanda sehingga kantor TKR yang ada didalamnya hancur. Tentara Belanda dibawah komando Kolonel Van Langen berhasil menguasai Yogyakarta termasuk benteng Vredeburg, yang selanjutnya benteng digunakan sebagai markas IVG (Informatie Voor Geheimen atau Dinas Rahasia Belanda). Disamping itu benteng Vredeburg juga difungsikan sebagai asrama prajurit dan tempat penyimpanan senjata barat (tank, panser, dan kendaraan militer lainnya). Setelah Belanda meninggalkan Yogyakarta (peristiwa Yogya Kembali, 29 Juni 1949) benteng Vredeburg dikuasai oleh APRI (Angkatan Perang Republik Indonesia) yang pengelolaannya diserahkan kepada Sekolah Militer Akademi. Setelah peristiwa G 30 S/PKI (tahun 1965) untuk sementara benteng Vredeburg digunakan sebagai tempat tapol (tahanan politik) dibawah pengawasan Dephankam. (Gemilang)
Share on Google Plus

About redaksi

This is a short description in the author block about the author. You edit it by entering text in the "Biographical Info" field in the user admin panel.

0 comments:

Post a Comment