Stand Tosan Aji menunjukkan produknya pada gelaran ICCC. Kamis (22/10) (Afif Fuadi)
Gelaran ICCC Expo yang
diadakan di benteng Vastenburg Surakarta dimeriahkan oleh partisipasi berbagai
stand dengan karakteristik kebudayaan yang berbeda-beda. Barisan stand yang
mengelilingi panggung utama tersebut sangat menarik perhatian pengunjung yang
lewat. Bagaimana tidak, dari stand kerajinan tradisional hingga kerajinan yang mengikuti perkembangan jaman sebagai
representasi dari budaya modern menampilkan hasil karya terbaiknya.
Acara yang turut dihadiri
oleh Agus Yahya sebagai menteri Pariwisata Indonesia tersebut merupakan acara
pelopor kota Solo sebagai kota kreatif. Tidak tanggung-tanggung, gelaran acara
tersebut diadakan selama 4 hari penuh dan dihadiri oleh berbagai perwakilan
dari negara-negara lain.
Perpaduan antara berbagai
unsur kebudayaan yang terlihat dari stand-stand yang menampilkan
produk-produknya tersebut merupakan bukti bahwa industri kreatif saat ini tidak
terbatas oleh waktu dan siapa saja dapat memulainya. Kemudahan akses internet
dan koneksi kepada beberapa kolega yang berkecimpung di dunia kerajinan dan
kebudayaan merupakan dua kunci utama dalam meraih kesuksesan sebagai pengrajin.
Terlihat diujung sebelah
selatan deretan stand, terdapat stand Tosan Aji dari Mojosongo. Stand tersebut
merupakan tempat untuk memamerkan produk keris sekaligus menjadi tempat
workshop. Uniknya, ditempat itu pula ditampilkan proses pembuatan keris mulai
dari lempengan besi, penempaan, hingga pembentukan ulir keris sesuai dengan
yang diinginkan. Pengunjung dapat menyaksikan dan mengamati secara langsung
proses pembuatan keris. “Kami sangat antusias dalam memberikan edukasi kepada
masyarakat, jadi tidak hanya berjualan saja disini namun kami juga memberikan
pengetahuan tentang keris.” Ucap Slamet yang bertugas menjaga stand.
Secara garis besar,
sebilah keris dapat dibagi atas tiga bagian yakni bagian bilah atau wilahan,
bagian ganja dan bagian pesi. Bagian wilahan juga dapat dibagi tiga, yakni
bagian pucukan yang paling atas, awak-awak atau tengah dan sor-soran atau
bidang bawah. Pada bagian sor-soran inilah ricikan keris paling banyak
ditempatkan. Nama bagian-bagian atau
Rincikan Keris ini digunakan untuk keris seluruh Nusantara. Hanya sering
terdapat perbedaan penyebutan yang dipengaruhi oleh bahasa lokal. Misalnya di
Sulawesi menyebut Keris itu Sele atau Tappi, Gonjo adalah Kancing, Pesi disebut
Oting. Demikian pula di Madura Pesi disebut Pakseh, Gonjo disebut Ghencah,
bilah keris disebut Ghember sementara di Bali ada beberapa perbedaan pula
menyebut Keris dengan Kadutan, Pesi disebut Panggeh, Gonjo disebut Ganje, Hulu
keris disebut Danganan
Tujuan Tosan Aji dalam
menampilkan berbagai macam kerajinan keris adalah sebagai salah satu upaya
untuk menjaga dan melestarikan budaya bangsa. Oleh sebab itu, bagi pemerhati,
khususnya para pecinta keris, dan bagi yang baru mengenal tentang budaya
perkerisan, dapat mengamati secara langsung proses produksi keris sehingga
dapat menambah informasi dan wawasan terkait budaya asli Indonesia tersebut.
Disisi lain tepatnya di
sebelah utara dari panggung utama, terlihat salah satu stand yang memamerkan
beberapa produk kerajinan yang mengadaptasi budaya modern saat ini. Stand tersebut
milik perkumpulan pengrajin dibawah naungan pemerintah kota Bandung. Terdapat beberapa
produk kerajinan yang lebih modern jika dibandingkan dengan stand keris di
bagian selatan.
Salah satu yang menarik
adalah kerajinan kacamata yang menggunakan kayu sebagai bahan utamanya. “Bahannya
dari kayu berkualitas, tahan lama, dan yang pasti tidak akan sama karena kami
hanya memproduksi satu barang saja untuk satu desain” Ucap Habiel, pengrajin
kacamata yang menamai produknya dengan nama ‘Tesnak”
Kacamata tersebut
merupakan representasi budaya modern saat ini yang diadaptasi kembali dan
menghasilkan sebuah kerajinan yang unik dan kreatif. Perpaduan budaya lokal
yang masih kental yaitu dengan adanya ukiran-ukiran khas dari pengrajin dan
fungsionalitasnya semakin menambah nilai tambah dari produk tersebut.
Terbukti gelaran ICCC
Expo yang diadakan selama 4 hari tersebut sukses menyedot animo masyarakat
untuk datang dan menyaksikan beberapa industri kreatif dengan harapan
masyarakat tidak akan memandang sebelah mata terhadap hasil karya pengrajin
nusantara. Perpaduan antara kebudayaan tradisional khususnya yang asli dimiliki
oleh kota Solo sebagai identitas kota Budaya dengan kebudayaan modern dari
perwakilan berbagai daerah lain di satu gelaran merupakan titik awal dari
semangat kota Solo untuk menjadi kota Kreatif yang dapat bersaing untuk menampilkan
produk-produk kreatifnya.
(Afif Fuadi / D0212005)
(Afif Fuadi / D0212005)
0 comments:
Post a Comment