Ada pepatah yang berkata jika buku adalah jendela
dunia. Semakin banyak membaca, maka semakin banyak pengetahuan yang kita
miliki. Perpustakaan, menjadi tempat yang tepat untuk membuka jendela dunia. Apa
jadinya jika aturan yang ditetapkan pada perpustakaan justru mengekang
anggotanya?
Peraturan denda baru mengenai
keterlambatan pengembalian buku sebesar Rp 5.000,00/ hari/ eksemplar di UPT Perpustakaan Universitas Sebelas Maret (UNS) mulai
diberlakukan per awal November 2015. Hal ini sesuai dengan
Peraturan Rektor NO. 88 / H27 / PP / 2011 tentang Pengelolaan Perpustakaan
Universitas Sebelas Maret Surakarta (UNS). Biasanya, mahasiswa hanya membayar
denda Rp 200,00/ hari/ eksemplar.
Tidak
semua mahasiswa merespon baik perihal perubahan denda keterlambatan pengembalian
buku. Banyak mahasiswa yang merasa keberatan dan tidak setuju. Apalagi kenaikan
denda yang sangat drastis, lebih dari 100%.
“Saya
merasa keberatan dengan penetapan denda yang baru. Buat apa coba denda kok sehari Rp 5.000,00. Lha wong denda Rp 200,00 aja yang pinjam
dan membaca buku di perpustakaan tetap saja sedikit. Memangnya perpustakaan
ahli fungsi menjadi (pemalak duit) mahasiswa”, ujar Naim salah satu mahasiswa
UNS.
Ayu,
salah satu mahasiswa pertanian mengatakan bahwa, jika ingin menaikan denda
juga harus diimbangi perkembangan sistem untuk perpustakaan dan
fasilitasnya juga diperbaiki “Masa’ dendanya udah mahal tapi
fasilitasnya belum bisa mendukung.” tambahnya.
Kenaikan
denda ini memicu berkurangnya mahasiswa yang meminjam buku di perpustakaan.
Seperti yang dikatakan oleh Liliana, “Menurut saya dengan naiknya denda ini nggak membuat mahasiswa jadi ke perpustakaan. Perpustakaan yang sudah sepi menjadi tambah sepi lagi.”ungkapnya.
Sebelum
denda yang baru diberlakukan, UPT Perpustakaan mengadakan sosialisasi ke
masing-masing Program Studi dan mengirimkan surat kepada BEM Universitas maupun
Fakultas. UPT Perpustakaan juga mengadakan masa transisi mulai dari tanggal 1
Oktober 2015 – 31 Oktober 2015.
Menurut
petugas bernama Sugeng, tingginya kenaikan denda karena sudah menjadi Peraturan
SK Rektor tahun 2011. Sebenarnya denda Rp 5.000,00 sudah ditetapkan sejak tahun
2011, namun yang berjalan hanya di Fakultas Teknik saja. Sugeng menegaskan
bahwa ”ini bukan perubahan denda tetapi kita hanya memberlakukan kembali SK Rektor No. 88 Tahun 2011.”
Kebijakan yang Harus Dipertimbangkan
“Lha di perpustakaan FISIP saja, petugasnya luput
menata buku
sesuai katalog. Nyari buku saja susah, kok bisa-bisanya dinaikkan denda
keterlambatan jadi Rp 5.000/ hari. Pelayanannya mbok diperbaiki dulu.” ujar Naim.
Rektor
seharusnya lebih bisa mempertimbangkan lagi mengenai penetapan denda keterlambatan
pengembalian buku. Perpustakaan adalah salah satu sarana prasaran atau
fasilitas universitas yang bisa dinikmati oleh mahasiswa, dan mempermudah
mahasiswa dalam proses perkuliahan.
Liliana
mengatakan bahwa, pihak dari UPT Perpustakaan dapat mengkaji ulang lagi
kebijakan tersebut. Apakah efektif dan tugasnya juga harus mentransparasi dana
itu digunakan untuk apa.
UPT Perpustakaan dapat fokus untuk mengajak mahasiswa agar memiliki keinginan untuk menginjakkan kaki
ke
perpustakaan.
Dikhawatirkan dengan
diberlakukannya denda yang baru, akan membuat mahasiswa semakin malas untuk datang ke
perpustakaan.
Pihak
UPT Perpustakaan juga mengkhawatirkan jika mahasiswa yang berkunjung ke perpustakaan
semakin berkurang dan yang meminjam buku juga semakin sedikit. Mereka akan
menerapkan konsep-konsep perputakaan di era mendatang. Mahasiswa tidak harus
meminjam, karena buku-buku tersebut bisa dibaca di tempat dan pihak dari UPTPerpustakaan akan menyediakan foto copy atau electronic resources.
“Bagi kami tidak begitu
masalah dengan berkurangnya jumlah peminjam, karena tolok ukur kepustakaan
bukan dari peminjam melainkan dari pengunjung. Kita kedepannya akan menjaring pengunjung
sebanyak-banyaknya. Pengunjung dalam artian luas, kita bisa mengadakan event
baik itu ilmiah atau art. Kita juga
akan menyediakan sarana dan prasarana lebih.” ujar Sugeng.
Nice post
ReplyDelete