kurang lebih sebulan lagi masyarakat Solo akan merayakan pesta demokrasi yang tidak kalah meriah dibandingkan pesta demokrasi tahun 2014 silam. Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) Serentak yang dilakukan pada tanggal 9 Desember 2015 menghantarkan dua pasangan calon walikota Anung-Fajri dan Rudy-Purnomo.
Ditengah masa kampanye ini rupanya tidak hanya melalui Alat Peraga Kampanye (APK) yang berupa baliho,poster, selebaran. Namun, kedua pasang calon tersebut kini merambah kampanye melalui dunia digital. Dengan masing-masing pasangan memiliki akun resmi baik di media sosial ataupun web resmi keduanya berjuang untuk merebut simpati masyarakat Solo.
Namun, rupanya pada masa kampanye ini terdapat juga Black Campaign yang dilakukan untuk mejatuhkan lawan [selangkapnya baca Black Campaign cemarkan masa kampanye Pilkada Solo 2015]. Dengan menggunakan isu SARA sebagai amunisi untuk merusak gambaran lawan membuat perebutan kursi Solo-1 saat ini berjalan kurang sehat.
“Sudah Tahun 2015, tapi Jualan agama (menyerang dengan isu SARA) itu masih laku apalagi kalau berurusan dengan politik. Pokoknya halal untuk mendapatkan kursi Solo-1” ungkap Staf Dewan Perwakilan Cabang PDIP Solo, Dian Kurniadi.
Menurutnya saat ini masyarakat Solo sudah terbiasa dalam menghadapi isu SARA karena pengalaman Pemilihan Presiden di tahun 2014 silam. hingga saat ini menurutnya jualan agama (menyerang dengan isu SARA) masih dilakukan banyak oleh pihak lawan.
“Karena sekarang juga sudah ada regulasi larangan Hate Speech dari kepolisian. Kami selaku pihak yang dirugikan tidak akan menuntut namun, menghimbau agar tidak lagi menggunakan isu SARA karena bisa jadi polisi akan langsung menciduk pemilik akun yang masih nekat berkomentar di facebook dengan isu SARA”. ungkapnya. (Widya Dharma Wirawan)
0 comments:
Post a Comment